Breaking News

HUKUM Laporan Pelanggaran Kode Etik, Ketua KASN Janji Segera Panggil Sekjen DPD 23 May 2017 14:58

Article image
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi. (Foto: Ant)
Pelanggaran yang dilakukan Sekjen DPD masuk kategori berat. Indikasinya, Sekjen tidak netral dan terlibat dalam politik, karena hanya melayani satu dari dua pihak yang berperkara.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengatakan, pihaknya sedang menjadwalkan pemanggilan segera terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto, yang dilaporkan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilaporkan dua anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nurmawati Dewi Bantilan (Sulawesi Tengah) dan Muhammad Asri Anas (Sulawesi Barat), beberapa waktu lalu.

Sofian mengatakan, netralitas merupakan salah satu nilai yang harus dipegang oleh ASN. "Tidak terkecuali Sekjen DPD," kata Sofian, usai menerima Nurmawati Dewi Bantilan dan Muhammad Asri Anas, di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Dua senator tersebut kembali mendatangi Kantor KASN di Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta, Selasa pagi (23/5/2017). Mereka menagih tindak lanjut atas laporan sebelumnya terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Sekjen DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto.

”Laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Sekjen DPD ini seharusnya masuk prioritas kasus yang ditangani KASN. Sebab, kasus ini menyangkut sebuah lembaga negara yang sedang mengalami konflik akibat kepemimpinan yang tidak sah,” kata Nurmawati, di Kantor KASN.

Seperti diberitakan, Jumat (5/5) lalu, Nurmawati bersama M. Asri Anas ke Kantor KASN untuk melaporkan Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Kedua senator diterima langsung oleh Ketua KASN Prof. Dr. Sofian Effendi. Dalam laporannya, Nurma dan Anas antara lain mengungkapkan, Sekjen DPD -- sebagai aparatur sipil negara  (ASN) -- seharusnya bertugas memfasilitasi dan mendukung kerja-kerja kelembagaan DPD.

Nurma dan Anas menyebut sejumlah tindakan Sekjen yang dinilai telah melanggar aturan perundang-undangan dan kode etik ASN,  sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 2014. "Padahal, menurut UU ASN, bersikap netral, profesional dan taat pada perintah hukum adalah kode etik mendasar yang harus dijalankan oleh seorang pejabat tinggi pemerintah," kata Nurma.

Sebagai pejabat eselon I, Sekjen DPD seharusnya menjadi panutan bagi birokrat lain tentang bertindak yang benar, profesional dan taat hukum. Asri Anas berpendapat, Sudarsono telah ikut berpolitik dan berpihak pada pimpinan DPD yang tidak sah. "Padahal Sekjen mestinya taat kepada putusan MA yang telah mengukuhkan kepemimpinan DPD selama 5 tahun, yakni GKR Hemas dan Farouk Muhammad. Merekalah pimpinan DPD yang legitimate dan mesti ditaati Sekjen. Tapi Sekjen pjustru ikut pada arus kekuasaan politik. Akhirnya ikut-ikutan mendukung dan memberikan pelayanan pada pimpinan yang tidak sah (Oesman Sapta Odang/OSO, dkk)," ujarnya.

Asri Anas mengatakan, pelanggaran etik lain yang dilakukan Sudarsono yaitu ikut “mengatur” (melobi) agar Wakil Ketua MA Suwardi melakukan pelantikan pada OSO yang telah jelas dipilih dengan cara tidak sah. Tindakan pelantikan OSO dan kawan-kawan tersebut sekarang sedang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Anas mengatakan, ketidaktaatan Sekjen pada perintah putusan MA melahirkan pelanggaran kode etik dan tindakan tidak profesional (unprofessional conduct) lain, seperti mengunci pintu ruangan sidang yang akan digunakan oleh pimpinan DPD yang sah dan anggota DPD yang tak mau mengakui kepemimpinan OSO.

Yang terbaru, Sekjen telah mengancam anggota DPD dengan menahan dana reses yang menjadi hak masing-masing anggota DPD untuk berkomunikasi dengan masyarakat di daerah. "Ini kebijakan diskriminatif dan menunjukkan premanisme birokrat. Sekjen sebagai ASN benar-benar telah dimanfaatkan oleh pimpinan DPD yang tidak sah," tegas Anas.

Agar pelanggaran-pelanggaran lain tidak terus terjadi, Nurmawati dan Asri Anas mendesak KASN segera menindaklanjuti laporan tersebut. Mereka mendesak agar KASN menonaktifkan jabatan Sekjen DPD.

"Selanjutnya, segera lakukan pemanggilan dan pemeriksaan Sekjen DPD. Dan, berikan sanksi tegas karena telah melakukan pelanggaran kode etik, kode perilaku dan disiplin sebagai seorang ASN," kata Nurma.

 

Pelanggaran Berat

Sementara itu, pengamat hukum tata negara dari UGM Oce Madril mengatakan, pelanggaran yang dilakukan Sekjen DPD masuk kategori berat. Indikasinya, Sekjen tidak netral dan terlibat dalam politik, karena hanya melayani satu dari dua pihak yang berperkara.

"Saatnya KASN unjuk gigi menuntaskan kasus ini. Berani tidak KASN mengatakan bahwa Sekjen DPD tidak bisa lagi melayani, karena pelanggaran-pelanggaran yang telah dia lakukan?" ujar Oce.

Oce mengatakan, langkah konkret yang harus dilakukan KASN yaitu segera memanggil dan meminta keterangan terlapor maupun pihak lain yang terkait. "Tugas KASN tidak hanya mengawasi proses rekrutmen aau seleksi ASN, tetapi juga mengawasi kode etik dan perilaku ASN. Termasuk, mengawasi dan memberikan sanksi untuk setiap pelanggaran," katanya.

Oce mengingatkan, KASN adalah lembaga strategis pemerintah yang didirikan untuk mendukung reformasi birokrasi, agar setiap ASN taat asas. Namun, lanjut Oce, baru kali ini KASN menghadapi kasus pelanggaran serius yang dilakukan oleh pejabat sebuah lembaga tinggi negara.

"KASN tidak perlu takut, karena mereka lembaga independen. KASN harus aktif menegakkan aturan bahwa birokrat tidak boleh berpihak. Birokrat harus kedepankan netralitas," tegas Oce.

---

Komentar