Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 24 May 2017

Catatan Kritis Jurnalis Senior Palestina Abdel Bari Athwan Atas ‘Khotbah’ Trump di Riyadh


islamindonesia.id – Catatan Kritis Jurnalis Senior Palestina Abdel Bari Athwan Atas ‘Khotbah’ Trump di Riyadh

 

Saat menghadiri pertemuan Arab Islamic American Summit di Riyadh Arab Saudi, Minggu (21/5/2017) lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpidato di hadapan 55 pemimpin negara Muslim. Dalam pidatonya, Trump seolah “menguliahi” dan mendesak para pemimpin Muslim yang hadir, tak terkecuali Presiden RI Joko Widodo—untuk “membersihkan” kelompok ekstremis dari negara mereka masing-masing, tanpa berharap banyak dan selalu tergantung pada bantuan Amerika.

Dilansir The New York Times, Trump juga menolak gagasan bahwa “pertempuran” yang saat ini digalakkannya dianggap sebagai perang antar agama, melainkan pertempuran antara si baik dan si jahat. Dan banyak hal lain yang disampaikan Trump terkait kelompok yang dicapnya sebagai teroris dan mesti dilenyapkan dari muka bumi, seolah Amerika sama sekali bersih dan tak terkait dengan mereka. Pendek kata, dalam hal ini Amerika (dan Arab Saudi, dan sekutunya) lah si baik, sementara penentangnya adalah si jahat.

[Baca: Pidato Trump di Hadapan Para Pemimpin Muslim]

Menanggapi pidato dan “khotbah” Trump, jurnalis senior Palestina, Abdel Bari Athwan angkat bicara dan memberikan beberapa catatan kritisnya. Apa saja?

1. Presiden Amerika, Donald Trump tampil sebagai pengkhotbah di hadapan para pemimpin Arab yang dianggapnya laksana murid-murid sekolah dasar, dan tanpa malu mengajari mereka tentang cara menghadapi terorisme, pembekuan sumber-sumbernya dan agar mereka tidak menyediakan tempat berlindung para pelakunya serta menghentikan segala bentuk dukungan materi, politik dan media terhadapnya. Padahal dia di negerinya sendiri dituntut oleh 48 persen penduduk Amerika agar diturunkan karena sikap rasisnya.

2. Dia menyatakan dalam “ceramah”-nya bahwa terorisme yang ada dalam Islam harus diatasi oleh negara-negara Islam sendiri. Dia meminta kaum Muslimin agar menghidupkan budaya toleransi dengan yang lain. Tapi dia lupa, atau pura-pura lupa, tentang kebijakannya yang rasis dan intoleran terhadap kaum Muslimin serta upayanya menutup pintu bagi para imigran dari Suriah dan negeri-negeri Muslim lain, sehingga kebijakannya itulah yang justru memantik kebencian, ektremisme dan terorisme. Apa yang dilakukan oleh Amerika berupa peperangan dan intervensinya di kawasan Timur Tengah dan Dunia Islam lebih bersifat teror dan lebih banyak menumpahkan darah dari siapapun seperti di Irak, Suriah, Libya, Yaman dan Afghanistan.

3. Pernyataannya bahwa Hizbullah dan Hamas adalah gerakan teroris, dan anggapannya tentang perlawanan Hizbullah dan Hamas terhadap Israel sebagai tindakan kriminal. Karena itu, dia mengajak Dunia Islam membentuk sebuah koalisi Islam menghadapi Hizbullah dan Hamas, adalah pernyataan ngawur dan tak sesuai fakta.

4. Menurut Trump dan para pemimpin Arab, ekstremitas adalah memusuhi Israel dan Amerika, sedangkan modernitas adalah bergabung dan menerima keduanya sebagai sekutu.

5. Menurutnya, Iran adalah negara penyebar kehancuran dan kekacauan serta penyulut konflik sektarian di Timur Tengah. Iran adalah musuh yang harus diperangi, bukan Israel sebagai Negara yang moderat dan berperadaban.

6. Presiden Palestina, Mahmud Abbas tidak diberi waktu untuk berbicara dalam konferensi itu sehingga masalah Palestina dianggap tidak ada. Hal itu terjadi supaya tidak menyinggung perasaan Donald Trump.

7. Donald Trump kembali ke Amerika dengan membawa harta dan kekayaan Negara-negara Arab sebesar 500 Milyar Dolar. Dengan jumlah itu dia membuka lapangan kerja bagi penduduk Amerika bukan warga Arab dan kaum Muslimin sebagai tuan rumah konferensi itu.

8. Sesungguhnya Dia tidak akan memerangi teroris tetapi menyulutkan konflik sektarian di Dunia Islam. Perang justru akan terjadi sesama bangsa Arab dan kaum Muslimin.

Itulah di antara beberapa poin catatan Athwan, yang sepenuhnya sesuai dan konsisten dengan apa yang kerap disampaikannya dalam beberapa tahun terakhir. Yakni bahwa problem Barat adalah ketika mereka berpihak kepada rezim-rezim Arab bobrok yang selama ini menyengsarakan rakyatnya, demi kepentingan Barat. Kepentingan-kepentingan pragmatis Barat ini tidak lain adalah berupa bisnis senjata, kerja sama intelijen dalam melawan rakyat sendiri, yang hal ini secara riil dapat kita lihat kasusnya di Libya, Suriah, Iraq, dan terakhir Yaman, sebagai bukti.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *