Breaking News

HUKUM Komnas HAM Konsultasi Pelanggaran HAM Berat, PPAD Usulkan Rekonsiliasi Alamiah 18 Mar 2017 15:41

Article image
Ketua Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Kiki Syahnakri. (Foto: Ist)
Rekonsiliasi alamiah yang dimaksudkan para purnawirawan TNI-AD tersebut, kata Kiki, adalah penyelesaian yang terjadi dengan sendirinya, melalui sejumlah langkah yang diambil pemerintah sejak reformasi.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia masih jalan di tempat. Bahkan, gaungnya semakin sayup-sayup sampai.

Pemerintahan era reformasi pernah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), namun bubar di tengah jalan. Rekomendasi yang dikeluarkan KKR juga tidak dijalankan.

Semua pihak tampaknya sepakat bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat tersebut membutuhkan rekonsiliasi nasional. Namun, model rekonsiliasi yang digunakan belum mencapai titik temu. Para pengambil kebijakan dan stakeholders belum sepakat apakah menggunakan model Afrika Selatan yang mensyaratkan pengungkapan kebenaran dan pengakuan kesalahan di pengadilan, atau memaafkannya begitu saja (forgive but non forget).

Alhasil, hingga saat ini, penuntasan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu masih tidak pasti. Pembahasan kasus HAM berat yang diawali pada masa Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno pada 2015 tidak terdengar lagi. Saat itu, disepakati adanya komite gabungan yang beranggotakan Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Polri, Badan Intelijen Negara, dan TNI.

Setidaknya, ada enam kasus yang perlu diselesaikan, yaitu peristiwa 1965, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.

Sadar akan tanggung jawabnya yang berat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai mendatangi berbagai pihak untuk melakukan konsultasi terkait rencana penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

Komisioner Komnas HAM yang dipimpin Nur Kholis mendatangi Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), di Kantor PPAD, Jalan Matraman Raya, Jakarta, Jumat (17/3/2017). Komisioner diterima langsung oleh Ketua PPAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri. Pertemuan berlangsung tertutup sejak pukul 14.30 WIB. 

Di sela-sela pertemuan, Nur Kholis mengatakan bahwa pihaknya berinisiatif mencari masukan dari banyak pihak untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM tahun 1965.

"Ini inisiatif kita untuk berkonsultasi. Selain kesini kita juga berkonsultasi ke lembaga hukum internasional dan lain-lain," kata Nur Kholis kepada wartawan yang menunggu sejak pukul 14.00 WIB.

Sejauh ini, kata dia, Komnas HAM belum memutuskan apapun terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM tahun 1965. Dia menambahkan, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan terkait peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965/1966 itu.

 

Rekonsiliasi Alamiah

Usai pertemuan tertutup, purnawirawan TNI Angkatan Darat mengisyaratkan agar penyelesaian kasus tersebut menggunakan metode rekonsiliasi alamiah.

”Penyelesaian yudisial dikhawatirkan membuka luka lama. Non-judisial prosesnya panjang dan dikhawatirkan buntu. Idealnya adalah rekonsiliasi alamiah,” kata Kiki.

Rekonsiliasi alamiah yang dimaksudkan para purnawirawan TNI-AD tersebut, kata Kiki, adalah penyelesaian yang terjadi dengan sendirinya, melalui sejumlah langkah yang diambil pemerintah sejak reformasi. Salah satunya, penghapusan tanda khusus pada KTP para warga yang pernah dianggap berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah mengatakan, pihaknya memilih tetap berpegang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang diterbitkan pemerintah. RPJM Nasional itu antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat masa lalu harus melalui konsensus nasional dan dibentuk komite langsung di bawah Presiden.

Kendati demikian, komisioner Komnas HAM menghargai masukan para purnawirawan tersebut. Selain ke PPAD, kata Roichatul, pihaknya juga akan mengunjungi Persatuan Purnawirawan ABRI.

”Masukan ini akan kami jadikan pertimbangan dalam menentukan langkah lanjutan. Suara korban dan keluarga juga perlu didengarkan. Lembaga lain yang berkaitan dengan rekonsiliasi juga akan kami mintai pendapat,” ujar Roichatul.

---

Komentar