Breaking News

POLITIK Masuk DCS PDI-Perjuangan Dapil NTT, Ansy Lema: Saya Terpanggil untuk Berjuang Bersama Rakyat 16 Aug 2018 16:30

Article image
Ansy Lema saat menjadi juru bicara pemenangan Pilgub DKI Pasangan Ahok-Djarot (Foto: Dok. Pribadi)
"Saya terpanggil untuk berjuang bersama rakyat NTT melalui PDI Perjuangan menuju Senayan pada pemilihan legislatif (pileg) 2019 mendatang,” ungkap Ansy.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (14/8/18) mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif di sejumlah daerah di Indonesia termasuk daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dalam DCS yang dirilis KPU dari setiap partai politik tersebut, nama Yohanis Fransiskus Lema atau akrab disapa Ansy Lema, termasuk salah satu bakal calon legislatif (caleg) DPR RI dari partai PDI Perjuangan untuk dapil NTT 2 yang meliputi 12 kabupaten/kota yang tersebar di Pulau Timor, Pulau Sumba, Pulau Rote dan Pulau Sabu.

Mengenal figur Ansy Lema

Sebelum terjun dalam dunia politik, sosok Ansy Lema sudah dikenal sebagai salah satu narasumber dan pengamat politik pada beberapa acara dialog politik yang disiarkan di beberapa stasiun televisi.

Ansy sendiri pernah menjadi presenter Televisi Nasional, TVRI dan pemandu berbagai acara Talk-Show Politik yang disiarkan oleh televisi milik negara tersebut. Bahkan, Ansy tampil sebagai moderator pada acara Debat Kandidat Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT tahun 2013 silam.

Selain menjadi pengamat Politik nasional, berkat kemampuan dan gagasan-gagasan briliannya dalam bidang politik, Ansy lalu dipercaya sebagai juru bicara (Jubir) tim pemenangan Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 lalu.

Pada momentum itu, akademisi yang mengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional Jakarta ini selalu tampil mengesankan saat memaparkan rekam jejak (track-record) kinerja Gubernur Ahok saat memimpin Jakarta. Karena kapasitas dan kedekatan personalnya dengan Ahok, ia menjadi satu-satunya Jubir Tim Ahok yang bukan berasal dari perwakilan Partai politik (Parpol).

“Ahok menjadi salah satu figur pemimpin yang punya visi yang dasyat dan punya integritas teruji. Ahok sudah tuntas dengan dirinya sehingga kepemimpinannya bukan soal kekuasaan semata, melainkan soal panggilan untuk menjadi pelayan. Ahok menyadari bahwa kebijakan politik dan pelayanan birokrasi harus lahir dari dalam (sistem, tata kelola pemerintahan). Bagi Ahok, pemimpin adalah cerminan kepemimpinan (keteladanan) sehingga mampu menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan.  Baginya, korupsi cenderung lahir dari kebijakan (kebijakan koruptif),” kesan Ansy yang mengagumi kepemimpinan Ahok.

Tokoh sang ayah, Raymundus Lema menjadi salah satu inspirasi pilihannya untuk bergelut dalam dunia politik praktis. Sang ayah dikenal sebagai Politisi senior NTT dengan menjadi Anggota DPRD Provinsi NTT, Ketua KNPI NTT, juga berlatar belakang birokrat.

Sejak mengenyam pendidikan di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, salah satu kampus paling progresif di era Orde Baru (Orba), Ansy yang pernah menjabat Ketua Senat FISIP Unas tahun 1997-1998, terlibat aktif sebagai aktivis ‘98 sekaligus pendiri Forum Kota (Forkot). Rekan aktivis seperjuangannya, Adian Napitupulu dan Masinton Pasaribu, telah terlebih dahulu terjun ke dunia politik praktis dengan menjadi anggota DPR RI dari PDI Perjuangan.

Pilihan Terjun ke Politik Praktis

Bagi alumni PMKRI kelahiran Kota Kupang ini, pilihan untuk terjun dalam dunia politik praktis merupakan sebuah panggilan yang lahir dari komitmen untuk berjuang bersama masyarakat NTT menuju senayan.

“Setelah berkuang lewat ‘parlemen jalanan’, menjadi akademisi, jubir pemenangan dan juga narasumber dialog politik di beberapa kesempatan, kini saatnya berjuang lewat parlemen di Senayan dengan berjuang menjadi penyambung aspirasi masyarakat NTT. Berjuang bersama rakyat tentu sangat ditentukan oleh kebijakan politik melalui peran legislative yang memiliki fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi,” ujarnya alumnus Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini.

Menurutnya, di tengah konstelasi politik dengan sistem demokrasi yang mengedepankan representasi partai-partai politik, PDI Perjuangan dinilainya merupakan salah satu partai yang memiliki kesamaan ideologi perjuangan dengan visi politiknya.

“PDI Perjuangan adalah partai politik paling konsisten dalam menjaga pluralisme dan menghidupkan nilai-nilai Pancasila. Partai ini juga memiliki kepedulian yang kuat terhadap orang-orang kecil dan kaum marginal yang bersumber dari ajaran Marhaenisme Bung Karno. Bahkan, PDI Perjuangan telah melahirkan dua figure pemimpin terbaik untuk negeri, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kedua pemimpin berkarakter negarawan ini layak menjadi corong contoh dan teladan di tengah merosotnya nilai-nilai kepemimpinan,” nilainya.

Ia menambahkan bahwa partai PDI Perjuangan selalu konsisten dalam mendukung pemerintahan Jokowi, mulai dari Walikota Solo dua periode, mengusung Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, lalu mencalonkannya sebagai Capres periode pertama dan kembali mengusung Jokowi sebagai Capres pada Pilpres 2019 mendatang.

“Secara pribadi, saya kagum dengan kepemimpinan Presiden Jokowi yang menunjukkan integritas dan kapasitas sebagai negarawan yang menyatu dengan rakyat. Oleh karena itu, partai PDI Perjuangan menjadi pilihan politik sekaligus rumah perjuangan dalam kiprah politik selanjutnya. Saya terpanggil untuk berjuang bersama rakyat NTT melalui PDI Perjuangan menuju Senayan pada pemilihan legislatif (pileg) 2019 mendatang,” tutupnya.

--- Guche Montero

Komentar