Breaking News

REGIONAL Mgr Sensi Soroti Pembangunan Gereja Megah dan Mewah 13 Sep 2017 14:31

Article image
Uskup Agung Ende, Mgr Vincentius Sensi Potokota, Pr mengukuhkan Stasi Kurubhoko menjadi paroki defenitif. (Foto; ist)
Mgr Sensi menegaskan agar jangan jadi umat Katolik yang minta-minta termasuk minta pada pemerintah yang harus memikirkan banyak hal dengan APBD yang terbatas. Tetapi butuh kemandirian sebagai wujud gereja yang bermartabat.

NGADA, IndonesiaSatu.co -- Uskup Agung Ende, Mgr Vincentius Sensi Potokota, Pr, menyoroti pembangunan gereja megah dan mewah yang telah menelan dana miliaran rupiah di banyak tempat, tetapi hanya digunakan oleh umat sekali dalam seminggu.

Mgr Sensi mengatakan hal ini ketika mengukuhkan Stasi Kurubhoko menjadi  paroki defenitif dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat, Senin (11/09/2017). Dengan peresmian ini, paroki Kurubhoko yang sebelumnya bagian dari Paroki Maronggela, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, resmi menjadi paroki dalam Regio Kevikepan Bajawa. Turut hadir pada acara peresmian ini puluhan imam konselebran dari Kevikepan Bajawa, Bupati Ngada, dan jajaran pemerintah daerah, segenap umat paroki serta umat Muslim.

"Mestinya, bangun gereja megah sebagai sarana yang mengantarkan umat berjumpa dengan Tuhannya dan selalu bersyukur. Gereja harus menjadi pelopor dalam membangun budaya baru yakni kemandirian, baik kemandirian personal maupun komunitas, terus memperkuat budaya kemandirian dan menumbuhkan budaya kesalehan sebagai model keteladanan dan cara hidup beriman.

"Peresmian paroki bukan untuk gagah-gagahan, melainkan dengan terminologi yang fasih, yakni pendekatan pelayanan sehingga lebih efektif. Maksudnya, bukan sekadar dekat. Karena esensinya, gereja senantiasa dekat dengan umatnya di daerah paling sulit sekalipun sepanjang sejarah," kata Uskup.

Mgr Sensi menegaskan agar jangan jadi umat Katolik yang minta-minta termasuk minta pada pemerintah yang harus memikirkan banyak hal dengan APBD yang terbatas. Tetapi butuh kemandirian sebagai wujud gereja yang bermartabat.

"Itu sebabnya butuh kemandirian gereja lokal termasuk paroki baru Kurubhoko harus menjadi pelopor kemandirian, karena kita bermartabat. Tuhan tidak butuh yang mewah dan mahal, tetapi kesetiaan dan kesanggupan anda," lanjutnya.

Kemandirian, tandas Mgr Sensi, harus ditunjukkan dengan keterlibatan semua umat di paroki, dengan tidak melestarikan sesuatu yang keliru termasuk mentalitas bergantung dari orang lain.

“Setiap orang harus menunjukkan kemampuannya juga dalam kehidupan komunitas. Wujud iman adalah tindakan nyata bukan pidato dan seremoni yang meriah," tegas uskup.

Kualitas manusia

Uskup Sensi pada kesempatan ini mengharapkan agar seluruh umat Paroki Kurubhoko dapat mengambil bagian secara aktif dan bersinergis dengan berbagai lembaga dan agama lain dalam membangun semangat toleransi dan solidaritas antar-umat beragama.

"Pembangunan kualitas manusia sangat penting karena martabat manusia adalah kodrat tertinggi. Semua komponen bangsa perlu bersinergis untuk membangun kualitas manusia. Gereja sebagai suatu persekutuan harus hadir untuk Indonesia dan terus membangun kulitas manusia berbasiskan kemandirian.

Ditegaskan uskup, gereja hadir bukan hanya untuk Katolik, tetapi juga hadir untuk Indonesia demi meningkatkan kualitas hidup manusia menuju masyarakat sejahtera. Secara struktural, kehadiran Gereja jauh dari pretensi negara dalam negara, juga bukan semacam pemerintahan dalam pemerintahan. Tetapi, kehadiran Gereja secara lembaga lebih sebagai komunitas beriman dalam bermitra dengan lembaga dan agama lain menuju kebaikan bersama (bonum commune).

“Yang penting bukan status dalam pendirian gerejawi, tetapi lebih sebagai langkah efektif untuk mengokohkan persatuan," pungkas Uskup Sensi.

 

--- Guche Montero

Komentar