Breaking News

MAKRO Fokus RAPBN 2019 di Mata Pemerintah dan Pengamat 07 Sep 2018 00:02

Article image
Menkeu bersama Gubernur BI dan Kepala Bappenas dalam rapat Banggar (4/9/2018). (Foto: ist)
RAPBN 2019 yang disusun pemerintah cukup sehat namun masih rentan dengan defisit anggaran yang masih bisa melebar. Beberapa risiko dan tantangan bagi perekonomian antara lain tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter Amerika Serikat (AS), moderas

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan fokus dari RAPBN 2019 adalah efisiensi dan kualitas belanja prioritas, mobilisasi pendapatan secara realistis serta kesehatan fiskal yang produktif, efisien, memiliki daya tahan dan berkelanjutan.

Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Hukum dan HAM serta Gubernur Bank Indonesia membahas mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2019 di Ruang Sidang Banggar DPR pada Selasa (04/09).

Beberapa risiko dan tantangan bagi perekonomian global ke depan adalah tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter Amerika Serikat (AS), moderasi Tiongkok serta perang dagang AS – Tiongkok.

“Kami berharap RAPBN yang kita usulkan kepada Dewan bisa dibahas dengan framework bahwa kondisi global sangat dinamis dan oleh karena itu kita perlu untuk membentuk APBN yang fleksibel namun juga resilient,” kata Menkeu.

Indikator ekonomi makro yang menjadi basis perhitungan RAPBN 2019 adalah pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, tingkat inflasi 5,3%, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS Rp14.400. Inflasi tetap stabil di 3,5 dan itu 3 tahun terakhir tetap terjaga.

Sementara itu, suku bunga SPN 3 bulan (rata-rata) 5,3%, harga minyak mentah (ICP) (rata-rata) 70 dolar AS/barel, lifting minyak bumi (rata-rata) 750 ribu barel/hari dan lifting gas bumi/setara minyak (rata-rata) 1.250 ribu barel/hari.

 

Secara terpisah Direktur Center of Reform on Economic (CORE) Pieter Abdullah (6/9/2018) menilai, RAPBN 2019 yang disusun pemerintah cukup sehat namun masih rentan dengan defisit anggaran yang masih bisa melebar.

Menurutnya, RAPBN 2019 masih sangat tergantung pada realisasi penerimaan pajak dan realisasi belanja negara sedangkan realisasi belanja negara sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah.

"Optimalisasi APBN kita perlu ubah sinergi antara otoritas lembaga di luar pemerintah. Intinya adalah agar supaya anggaran di pemerintah lebih optimal pemanfaatannya karena juga ada anggaran di luar APBN yang bisa digabungkan dengan APBN supaya lebih efisien dan efektif," harapnya.

Sementara itu, ekonom sekaligus Rektor Universitas Atma Jaya Prasetyantoko mengharapkan kondisi perekonomian global ke depannya lebih kondusif agar realisasi APBN dapat tercapai.

--- Sandy Javia

Komentar