Breaking News

POLITIK Sikap Politik Ray Fernandes, Pengamat: Bisa Jadi “Blunder" Bagi PDI Perjuangan 24 Dec 2017 15:22

Article image
Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan) Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Fernandes. (Foto: Info NTT)
Sikap politik Raymundus Fernandes yang mengundurkan diri dari PDI Perjuangan bisa menjadi blunder bagi partai dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada 2018.

KUPANG, IndonesiaSatu.co – Pengunduran diri Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan) Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Fernandes ditanggapi beragam komentar, baik oleh pihak luar maupun internal partainya sendiri. Berbagai cercan dan makian maupun sanjungan dan pujian dialamatkan kepada Bupati yang memerintah TTU selama dua periode itu.

Ray, demikian sapaan akrab Raymundus Fernandes mengundurkan diri dari PDI Perjuangan karena kecewa terhadap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai berlambang banteng itu karena tidak mengusungnya sebagai calon dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT) 2018.

Ambisi Ray untuk bertarung dalam Pilgub 2018 pupus karena DPP PDI Perjuangan lebih memilih Marianus Sae dengan dasar pertimbangan telah terbukti lebih sukses memimpin daerahnya selama dua periode.

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona menilai sikap politik Raymundus Fernandes yang mengundurkan diri dari PDI Perjuangan bisa menjadi blunder bagi partai itu dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada 2018.

"Bagi saya, jika reaksi kader partai terhadap keputusan DPP PDIP ini tidak dikelolah dengan baik di ruang publik, maka bisa menjadi blunder bagi PDIP," katanya sebagaimana dikutip Antara di Kupang, Sabtu (23/12/2017).

"Tentang sikap Ray Fernandes yang menyatakan mendukung paket yang diusung Partai Golkar dan NasDem, Viktor Lasikodat-Yoseph Nae Soi apakah elegan atau tidak, menurut saya bisa dibaca dalam multi makna," kata staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.

Jika dibaca dari perspektif insider atau orang dalam, kata Mikhael, maka sikap Raymundus Fernandes tentu punya dasar tertentu.

"Raymundus mungkin saja melihat bahwa sebagai partai ideologis, roh ideologis dan taat asas pada sistem pengkaderan itu tidak jalan di PDI Perjuangan," katanya.

Padahal, pengkaderan di PDI Perjuangan ini menjadi model yang paling kuat diimplementasikan dan konsisten dijaga.

"Di mana untuk naik ke level atas di PDIP, seorang kader ditempah mulai dari bawah," katanya.

Dia mengatakan seorang tukang lap meja di Kantor DPC PDI Perjuangan, bisa menjadi bupati sepuluh tahun kemudian, karena militansinya sebagai kader mulai dari bawah.

"Nah inilah ciri khas PDIPyang mungkin dibatinkan oleh Raymundus Fernandez sehingga dia merasa tersakiti ketika DPP tidak mengakomodir kader seperti dirinya dan Kristo Blasin di Pilgub NTT kali ini, padahal mereka sudah berdarah-darah membesarkan partai," katanya.

Bahkan ada bahasa yang diungkapkan Raymundus Fernandes ke publik bahwa, DPP justru mengakomodir orang-orang yang selama ini "mencincang" soliditas PDI Perjuangan dari dalam, di setiap pilkada dan pilgub.

Dalam konteks ini, kata dia, bisa juga dibaca dari outsider atau cara pandang orang luar bahwa dalam perspektif ini, Raymundus tentu akan dicap beragam.

DPP PDI Perjuangan di Jakarta tentu menilai Raymundus Fernandes bukan kader yang baik, bahwa Raymundus hanya mau cari panggung untuk kepentingannya ke depan.

Tetapi harus diingat bahwa masyarakat luas juga bisa melihat secara berbeda.

"Rakyat akan melihat, apakah benar Raymundus hanya mengejar kepentingan pragmatisnya sebagai politisi ataukah memang ada yang tidak beres di internal PDI Perjuangan," katanya dalam nada tanya.

Artinya, jika bola salju ini tidak dikelolah dengan baik di ruang publik, wacana terkait sikap DPP PDI Perjuangan dan reaksi Raymundus Fernades serta sejumlah kader partai lainnya ini bisa menjadi blunder bagi partai.

"Situasi ini tidak hanya terjadi dalam ajang Pilgub 2018 tetapi bisa berdampak pada pemilu legislatif dan Pilpres 2019," demikian Mikhael Bataona.

--- Simon Leya

Komentar