Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Dewasasri M Wardani 18:12 WIB | Senin, 22 Juni 2015

HUT DKI: Jejak Bang Ali Sadikin di Kota Metropolitan

HUT DKI: Jejak Bang Ali Sadikin di Kota Metropolitan
Ali Sadikin, ketika dilantik Presiden Soekarno pada 1966 sebagai Gubernur DKI Jakarta. (Foto-foto: Antara)
HUT DKI: Jejak Bang Ali Sadikin di Kota Metropolitan
Ali Sadikin (duduk, depan) bersama Adnan Buyung Nasution (kiri) dan Hendardi (belakang), setelah tidak menjabat gubernur.

SATUHARAPAN.COM – Perayaan ulang tahun Jakarta mengingatkan banyak orang ke masa DKI Jakarta dipimpin Gubernur Ali Sadikin, 28 April 1966 – 1977.

Bang Ali, panggilan akrabnya, mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada Hari Jadi Kota Jakarta 22 Juni, dan berjasa menghidupkan kembali berbagai aspek budaya Betawi, seperti ondel-ondel, lenong, topeng Betawi, hingga kuliner khas kerak telur. Bang Ali juga memberikan perhatian kepada kehidupan artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.

Ali Sadikin, adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi kota metropolitan. Lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927, ia dikenal sebagai orang yang berpembawaan keras dan tegas. Dia mempertahankan prinsipnya sebagai gubernur, melindungi dan menyejahterakan rakyat.

Letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) itu ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan menjabat dua peridode, 1966 - 1977. Ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno.

Menjabat Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mencetuskan program peningkatan kampung, yang biasa dikenal sebagai proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT), yang digulirkannya sejak 1969. Pada awalnya nama dari program ini adalah pembangunan kualitas kampung (Kampung Improvement Project – Jakarta Urban Development Project/JUDP). Dia menggagas perbaikan kampung dengan mengacu pada program Belanda tentang kampoengverbetering di Batavia tahun 1934.

Program dimulai dengan memperbaiki jalan, penambahan fasilitas MCK, puskesmas, bak-bak sampah, dan sarana keamanan kampung. Ali Sadikin memacu warga yang tinggal di kampung-kampung kumuh tersebut untuk sadar bernegara dan bermasyarakat, serta dapat bergotong-royong agar program ini dapat berjalan lancar.

Proyek ini berkembang dari 1969 sampai 1999. Badan-badan internasional, seperti Bank Dunia dan UN Habitat, menilai program ini sebagai proyek yang berhasil memperbaiki kualitas lingkungan kumuh dan kualitas hidup penghuninya, dengan biaya rendah. Tidak kurang dari 5,5 juta penduduk Jakarta menerima manfaat dari model pendekatan ini.

Pada 1980, proyek MHT meraih penghargaan dari Yayasan Aga Khan. Pada Pelita III, model pendekatan ini diangkat pemerintah pusat sebagai kebijakan nasional, dalam menangani perumahan dan permukiman perkotaan.

Bang Ali juga berupaya mengembalikan fungsi gedung-gedung bersejarah, seperti Gedung Juang 1945 dan Gedung Sumpah Pemuda.

Salah satu kebijakannya yang kontroversial adalah gebrakan melegalisasi (baca: mengatur) perjudian dan prostitusi di Jakarta. Dari kenekatannya itu, pundi-pundi anggaran daerah penuh dan mampu memuluskan jalan-jalan di Jakarta. Ketika itu, dari perjudian saja, dalam setahun bisa diraup dana Rp 40 miliar. Wujud legalisasi prostitusi di zaman Ali Sadikin adalah lokalisasi kawasan Kramat Tunggak. Lokalisasi itu membuat pekerja seks komersial relatif lebih terkontrol dan terawasi.

Ahli tata kota yang juga pengamat perkotaan, Nirwono Joga dan Yayat Supriatna, mengenang Bang Ali sebagai tokoh yang cerdas, kreatif, dan menempatkan dirinya sebagai rakyat Jakarta. ”Warga Jakarta sangat menghormati beliau karena kebijakannya banyak berpihak kepada rakyat,” kata Nirwono Joga.

Bagi Yayat Supriatna dan Nirwono ahli tata kota dan pengamat perkotaan seperti yang dikutip dari Kompas.com, mengatakan, Bang Ali adalah tokoh yang mampu merencanakan Kota Jakarta pada masa depan. Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) Jakarta bahkan sudah dibuat almarhum untuk periode 1965-1985. (wikipedia.org/etikemik.wordpress.com/kompas.com)

 

Pemimpin Jakarta dari Masa ke Masa

GJ Bisschop  (1916-1920): Batavia Burgemeester (Wali Kota Batavia) 

Prof  Ir Herman van Breen (1920-1920): Waarnemend Burgemeester (Pejabat Gubernur) 

A Meijroos (1920-1933)  

Ir  EA Voorneman (1933-1941)  

Archibald Theodoor Bogaardt (1941-1941): Waarnemend Burgemeeste (Pejabat Gubernur) 

Ir  EA Voorneman (1941-1942)  

Tokubetsu Sityo ( 1942-1945): Wali Kota Istimewa Jakarta

Archibald Theodoor Bogaardt (1945-1947)  

Soewirjo (23 September 1945-November 1947): Wali Kota Jakarta 

Daan Jahja (1948-1950): Gubernur (Militer) Jakarta 

Soewirjo (17 Februari 1950-2 Mei 1951)  

Sjamsuridjal (2 Mei 1951-9 November 1953)  

Sudiro (9 November 1953-29 Januari 1960)  

Soemarno Sosroatmodjo (29 Januari 1960-26 Agustus 1964): Gubernur DKI Jakarta

Henk Ngantung (26 Agustus 1964-15 Juli 1965)

Soemarno Sosroatmodjo (15 Juli 1965-28 April 1966): periode kedua, merangkap sebagai Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

Ali Sadikin (28 April 1966-1977)

Tjokropranolo (1977-1982)  

R Soeprapto (1982-1987)

Wiyogo Atmodarminto (1987-1992)

Soerjadi Soedirdja (1992-1997)

Sutiyoso (6 Oktober 1997-6 Oktober 2002)

Fauzi Bowo (7 Oktober 2007-7 Oktober 2012)

Fadjar Panjaitan (8 Oktober 2012-15 Oktober 2012): Pelaksana Tugas

Joko Widodo (15 Oktober 2012-1 Juni 2014): Pada 1 Juni 2014, Joko Widodo mengambil cuti panjang untuk mengikuti Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014

Basuki Tjahaja Purnama (1 Juni 2014-22 Juli 2014): Pelaksana Tugas Gubernur

Joko Widodo (22 Juli 2014-16 Oktober 2014): Mengundurkan diri, terpilih sebagai Presiden RI

Basuki Tjahaja Purnama (16 Oktober 2014-19 November 2014): Pelaksana Tugas Gubernur

Basuki Tjahaja Purnama (19 November 2014): Gubernur DKI Jakarta 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home