Selasa, 01 Juli 2014

Kuda Besi untuk Pendidikan



Judul Buku                : Kuda Besi (Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak bersama   Birokreasi)
Penerbit                      : www.birokreasi.com
Harga                          : Rp 42.500
Tahun                          : 2014
Jumlah Halaman       : 178 halaman


Anak-anak dapat belajar memahami dongeng sebelum mereka mampu berpikir logis, sebelum dapat menulis dan membaca. Mendongeng merupakan kegiatan penting sebagai jembatan sampai anak dapat memahami cerita dan berpikir logis (Eagle, 1995). Pada zaman dulu dongeng dianggap begitu sakral, bahkan hanya orang yang disebut pawanglah yang boleh mengisahkan dongeng pada orang-orang. Anak-anak duduk berkerumun menanti cerita dari pawang. Sejak saat itulah dongeng digunakan sebagai sarana menyampaikan nasihat, bahkan sekadar pelipur lara. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Priyono (2006) bahwa kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekadar bersifat hiburan belaka. Dongeng memiliki tujuan yang lebih luhur yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak berperilaku positif.
Dongeng yang dahulu merupakan tradisi lisan dan menyebar dari mulut ke mulut saat ini hampir mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya teknologi. Dongeng tak lagi hanya dikisahkan oleh pawang, juga tak hanya menjadi tradisi lisan. Saat ini dongeng juga berkembang melalui tradisi tulis. Begitu juga cara penceritaannya, tidak hanya disajikan dalam bentuk pertunjukan, dongeng dalam bentuk tulis bisa dinikmati dengan cara dibaca.
Ide untuk mengabadikan imajinasi dalam bingkai dongeng adalah ide brilian yang sudah dilakukan komunitas bernama Birokreasi. Birokreasi mampu membangkitkan kembali gairah kaum muda untuk me-recall kekuatan fantasi melalui dongeng. Apalagi, dongeng yang disajikan merupakan dongeng-dongeng pilihan yang tersaring melalui proses sayembara yang sudah dilakukan sebelumnya. Ya, Kuda Besi tidak ditulis hanya oleh satu orang. Buku ini terdiri atas dua belas dongeng pilihan yang juga ditulis oleh dua belas orang melalui proses seleksi.
Untuk menilai kelayakan sebuah buku, sebenarnya tidak pernah lepas dari sasaran pembaca. Berdasarkan tulisan penyusun yang ada pada bagian “Cuap-Cuap Redaksi”, saya memperoleh simpulan bahwa Kuda Besi memang diperuntukkan untuk anak-anak. Namun, saya tidak mendapat informasi yang lebih detail untuk anak-anak rentang usia berapa saja. Sebab, untuk klasifikasi anak-anak berdasarkan jenjang pendidikan saja memiliki perbedaan karakteristik, contohnya untuk anak-anak seusia SD kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) atau SD kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6). Dengan tidak ada kejelasan rincian tersebut akan sedikit menyulitkan orang tua, atau bahkan anak-anak untuk mementukan pilihannya.
Berdasarkan kelayakan strukturnya, Kuda Besi (Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak bersama Birokreasi) yang terdiri atas 178 halaman, bisa dilihat dari dua aspek yakni aspek kulit dan aspek isi. Pada aspek kulit buku, Kuda Besi terdiri atas bagian muka yang tersusun atas: (1) pilihan judul, (2) pilihan ilustrasi, dan (3) pilihan  warna. Adapun pada aspek isi buku, terdiri atas kelengkapan bagian-bagian buku yang meliputi: (1) halaman hak cipta, (2) prakata, (3) daftar isi, (4) kumpulan dongeng, dan (5) biodata penulis.
Dilihat dari aspek kulit buku, sebenarnya saya kurang berterima dengan pilihan judul yang merupakan akronim dari “Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak bersama Birokreasi”, lalu kita sebut dengan Kuda Besi. Sebenarnya kalau dianalisis berdasarkan keefektifan diksi, ada dua kata yang yang memiliki makna yang hampir sama yakni kata dongeng dan fantasi. Menurut Nurgiyantoro (2005), dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering disebut tidak masuk akal, dongeng juga disebut sebagai cerita fantasi karena terkesan aneh dan tidak dapat diterima oleh logika. Artinya, kata fantasi yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti khayalan, sebenarnya sudah ter-cover pada kata dongeng. Adapun bagian kulit buku yang lain, yakni ilustrasi dan warna bisa dilihat dari dua sudut pandang: (1) apakah cover sudah melukiskan isi buku, juga dibubuhi warna yang tepat dan menarik bagi anak-anak? atau (2) apakah cover hanya bertujuan untuk memikat perhatian dengan mengambil salah satu bagian dalam isi buku? Sepertinya Kuda Besi menggunakan sudut pandang pertama, yang mana cover menggunakan ilustrasi yang sedikit abstrak dan bertujuan untuk memberikan imajinasi mengenai isi buku secara umum dengan dipadukan pilihan warna yang cenderung lembut.
Dilihat dari aspek isi buku, secara umum Kuda Besi disusun selayaknya buku kumpulan cerpen yang sudah beredar di toko-toko buku. Hal yang istimewa tentu saja ada bagian “Cuap-Cuap Redaksi” yang merupakan kata lain dari prakata, sukses ditulis dengan apik oleh Birokreasi selaku penyusun buku tersebut. Kenapa? Karena justru “asal-muasal” lahirnya buku inilah yang menjadi sumber ketertarikan saya untuk membeli buku ini. Saya membayangkan orang-orang yang terjebak di balik meja kerjanya tapi masih memiliki semangat untuk berkarya, lalu buku inilah buktinya. Lebih mengharukan lagi ketika saya tahu bahwa keuntungan dari penjualan buku ini digunakan untuk menyumbang sebuah panti asuhan, sebuah tujuan yang mulia. Namun, muncul pertanyaan: “Apakah buku ini mampu memuaskan pembacanya, atau hanya sekadar ‘seperti penggugur niat’ menyumbang di panti asuhan?” sayangnya, keistimewaan prakata itu tidak terlihat pada halaman depan maupun belakang kulit buku. Saya membayangkan bila bagian belakang buku Kuda Besi terdapat sedikit penjelasan tentang asal-muasal buku ini, tentu ketika buku ini masuk dalam deretan buku di toko-toko akan menjadi sebuah daya tarik tersendiri.

Kuda Besi untuk Suplemen Pelajaran, Mungkinkah?

Berbicara tentang buku, tak pernah lepas dari pendidikan. Apalagi buku kumpulan dongeng, tentu tak lepas dari anak-anak, dan anak-anak juga tak jauh-jauh dari pendidikan. Terkait dengan buku bacaan dan buku pelajaran, rupanya di lapangan pernah terjadi beberapa kasus yang berhubungan dengan kelayakan buku pelajaran. Hal ini dilansir oleh Mendikbud pada tanggal 17 Juli 2013 tentang beredarnya buku yang mengandung materi pornografi di SDN Polisi 4 dan SDN Gunung Gede Kota Bogor. Buku yang dimaksud berjudul “Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia” untuk kelas IV SD terbitan CV Graphia Buana. Buku tersebut diedarkan oleh pihak swasta tanpa memperhatikan kelayakan penyusunan buku pelajaran (Kemendikbud 2013). Ketidaklayakan buku pelajaran yang beredar di sekolah itulah yang membuat kita harus hati-hati dalam memilih buku bacaan untuk anak-anak.
Ketika berbicara tentang pendidikan, sebenarnya tak mungkin lepas dari kurikulum. Pergantian kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 tentu memberikan pergesaran pandangan. Pada Kurikulum 2013 muncul istilah tematik-integratif bagi siswa SD. Tematik-integratif sebenarnya bermula dari teori CLIL (Content Language Integrated Learning) yang sebenarnya sudah berkembang di negara-negara maju sejak puluhan tahun yang lalu. Pada dasarnya, menurut Coyle (2006) CLIL terdiri atas aspek 4C, yakni content, communication, cognition, culture (community/citizenship).
Pada Kurikulum 2013, buku nonteks sebagai suplemen mata pelajaran sangat dibutuhkan. Sebenarnya dalam, hal ini Kuda Besi sangat berpotensi sebagai buku nonteks atau buku yang tidak disusun berdasarkan kurikulum. Kelayakan Kuda Besi sebagai suplemen mata pelajaran khususnya mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dilihat dari empat aspek: (1) isi, (2) penyajian, (3) bahasa dan keterbacaan, serta (4) grafika.
Dilihat dari aspek isi, hal yang paling penting adalah materi yang disajikan dapat menunjang terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari isinya, Kuda Besi yang terdiri atas 12 dongeng yakni : (1) Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput, (2) Cita-Cita si Peri Kecil, (3) Kisah Sepotong Roti, (4) Dongeng Empat Saudara, (5) Kimuzu yang Pemarah, (6) Ranting Penyihir, (7) Fahrel si Semut Congkak, (8) Nula dan Peri Kue, (9) Si Putih dan Wortel Impian, (10) Puteri Angsa Putih, (11) Desas-desus si Buaya, dan (12) Otak Cemerlang Piliang; yang merupakan dongeng-dongeng pilihan memang layak sebab dari kedua belas dongeng tersebut saya melihat adanya usaha dalam membentuk karakter anak-anak melalui pesan maupun karakter tokoh dalam dongeng.
CLIL sebagai muatan pada dongeng memberikan kesempatan pada penulis dongeng untuk mengaitkan imajinasi dengan ilmu pengetahuan. Contohnya pada dongeng Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput, di sana ada sedikit pengenalan mengenai istilah benda-benda yang ada di gua, misalnya: stalagtit. Selain itu, pada dongeng Fahrel si Semut Congkak juga dijelaskan bahwa zat senyawa kimia yang dikeluarkan semut  ketika menemukan makanan dapat dijadikan jejak pada semut-semut yang lain. Sayangnya dalam dongeng tersebut tidak ada penjelasan yang lebih detail sehingga pembaca hanya sebatas mengetahui istilahnya saja tanpa muatan pengetahuan yang lebih detail.
Dilihat dari muatan pembentukan karakter yang terkait dengan salah satu aspek  4C yakni culture, Dongeng Ranting Penyihir karya Wahyu Widyaningrum yang mendapat predikat sebagai juara pertama saya rasa memiliki kelayakan yang mamadai, bahkan saya sempat menitikkan air mata. Selayaknya yang sudah dilakukan oleh Walt Disney dalam mengonstruksi cerita fantasi seperti Frozen atau How to Train Dragon memiliki karakteristik yang berbeda dengan dongeng-dongeng Disney sebelumnya. Dongeng masa lalu cenderung bercerita tentang cinta-cintaan, serta dilakukan di istana sentris. Adapun aspek yang ditonjolkan tidak jauh-jauh dari kawin paksa. Hal itulah yang diduga sebagai salah satu faktor pemicu para gadis untuk “kabur” dari rumah dengan pasangannya. Rekonstruksi dongeng yang mengarahkan anak-anak untuk membangun cinta dengan sudut pandang yang luas, seperti cinta pada orang tua sudah dilakukan oleh dongeng-dongeng pilihan Kuda Besi, khususnya Ranting Penyihir.
Ranting Penyihir menceritakan tentang seorang anak bernama Bogozi yang tidak bisa membeli mainan bernama “ranting penyihir” karena orang tuanya tidak mampu, sungguh menyentuh hati saya. Dongeng ini menggugah mata hati pembaca bahwa kasih sayang bisa dilakukan oleh siapa pun, tak terkecuali oleh seorang anak pada orang tuanya. Kesabaran, sikap maklum, dan kerelaan hati Bogozi-lah yang mampu memberikan pesan terpuji pada pembaca.
Sayangnya aspek culture yang ada pada Kuda Besi hanya sebatas nilai-nilai kepribadian yang terpuji dan belum mengarah pada nilai-nilai kearifan lokal. Sebut saja pada dongeng “Kimuzu yang Pemarah”, di sana diceritakan seorang putri bernama Kimuzu yang tinggal di kastil. Juga pada dongeng-dongeng lain yang tidak mengusung tema nusantara. Sebenarnya hal ini tidak buruk karena bisa memberikan wawasan lain pada anak, hanya saja keberimbangan pengenalan budaya lokal dan internasional itulah yang masih perlu dipertimbangkan.
Dilihat dari aspek penyajian, materi di dalam buku pengayaan kepribadian  (Kuda Besi) harus dapat menumbuhkan motivasi untuk mengetahui lebih jauh. Penyajian materi harus mendorong pembaca untuk terus mencari tahu lebih mendalam tentang sebuah materi. Selain itu, materi yang disajikan hendaknya dapat mengembangkan kecakapan emosional, sosial, dan spiritual pembaca (Puskurbuk 2008:61-63). Dalam salah satu Dongeng yakni Kisah Sepotong Roti karya Angelina Enny memiliki alur cerita yang menarik karena menceritakan perjalanan sepotong roti yang bermula dari rasa penasarannya melihat dunia luar. Sepotong roti yang memiliki pengalaman bertualang dari toko roti sampai pada pertemuan roti itu dengan sepotong pukis yang baru saja dibuang. Roti bisa merasakan bagaimana perasaan Pukis yang dibuang, tentu kemudian Roti melakukan refleksi diri. Sesungguhnya sang Roti telah dibuat untuk seorang nenek, dan Roti pun menyadari, meskipun wajahnya tak terlalu elok tapi ia pasti berguna bagi sang nenek. Penyajian materi dengan alur yang apik itulah yang berpotensi untuk menimbulkan rasa penasaran bagi pembaca hingga akhirnya mampu mengapresiasi dongeng tersebut.
Aspek yang ketiga yakni bahasa dan keterbacaan. Sebenarnya untuk memberikan penilaian mengenai ketepatan bahasa sangat erat kaitannya dengan sasaran pembaca. Namun, bila dilihat dari penggunaan istilah (diksi) dan kekompleksan kalimatnya, saya menyimpulkan bahwa Kuda Besi diperuntukan untuk anak-anak pada jejang kelas SD kelas tinggi, yakni kelas 4, 5, dan 6. Kalimat yang digunakan yang tidak hanya kalimat tunggal, melainkan juga kalimat majemuk setara, serta pilihan kata seperti maestro, orkestra pada dongeng “Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput”, serta pilihan istilah: zat senyawa kimia pada dongeng Fahrel si Semut Congkak membuat saya yakin bahwa Kuda Besi tidak diperuntukkan untuk anak-anak pada usia kelas rendah.
Aspek yang terakhir yakni grafika. Pada aspek ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya ukuran buku, dan desain isi buku. Ukuran buku Kuda Besi yang sama dengan ukuran novel pada umumnya (tidak dijelaskan ukuran buku pada halaman hak cipta). Hal itu sesui dengan pendapat Sitepu (2012), bahwa buku untuk anak usia SD kelas tinggi dapat juga berukuran A5, atau kira-kira sama dengan ukuran novel. Selain ukuran buku, sebenarnya jenis kertas juga menentukan kelayakan grafika. Dalam hal ini, pilihan jenis kertas yang relatif ringan dengan warna yang tidak mencolok, saya rasa cukup memudahkan pembaca dalam membaca.
Pada subaspek desain isi buku hendaknya memenuhi beberapa indikator, yaitu pencerminan isi buku, keharmonisan tata letak, kelengkapan tata letak, daya pemahaman tata letak, tipografi isi buku, serta ilustrasi isi. Hal itu tentu tak jauh-jauh dari pilhan ukuran huruf, jenis huruf, spasi, ilustrasi, sampai pada tata letak. Kuda Besi yang menggunakan jenis huruf Times New Roman, ukuran huruf yang lebih dari 12 (kira-kira, karena tidak ada keterangannya pada buku), serta spasi ganda, juga margins yang tidak terlalu rapat saya rasa layak dan mudah untuk dibaca anak-anak.
Lalu bagaimana dengan ilustrasi? Ilustrasi tentu sangat penting untuk menumbuhkan imajinasi anak-anak. Sayangnya hal ini belum terlalu tampak pada buku Kuda Besi. Satu dongeng yang diberikan sekitar dua ilustrasi gambar dengan warna hitam-putih, saya rasa tidak cukup menarik untuk anak-anak terutama dalam memantik imajinasinya.
Secara umum, buku Kuda Besi sudah sangat baik dalam hal mengarahkan anak-anak untuk berimajinasi dari segi isi, tema, dan alur cerita. Banyak sekali pelajaran moral yang bisa dipetik dari setiap cerita di sini. Sayangnya setiap akhir dongeng tidak disertai subbab untuk “halaman refleksi anak-anak”, atau sekadar penjelasan singkat tentang nilai moral dongeng. Kuda Besi cocok dibaca untuk anak setara SD kelas tinggi atau berkisar antara 8-12 tahun. Tidak hanya langsung dibaca oleh anak-anak, orang tua yang memiliki anak-pun bisa menggunakan Kuda Besi sebagai referensi dalam me-ninabobo-kan anak-anaknya.
Tidak hanya sekadar “penggugur niat” karena keuntungan Kuda Besi digunakan untuk menyumbang di panti asuhan, tapi Kuda Besi rupanya mampu memanjakan imajinasi saya. Tidak banyak lagi orang yang peduli bahwa imajinasi mampu membentuk moral bangsa serta memantik rasa ingin tahu. Kuda Besi cocok untuk anak-anak. Kuda Besi untuk pendidikan, selamat!

(Meina Febri)
Kamu bisa membeli Kuda Besi di http://www.birokreasi.com/shop/

Ceritanya ini foto selfie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar