Breaking News

INDUSTRI Kadin Dorong Perbaikan Industri Film Nasional 21 Mar 2016 16:54

Article image
Pengunjung mengamati sejumlah poster film Indonesia yang akan diputar pada Festival Film Indonesia 2013, di CGV Yongsan, Seoul, Korsel. (Foto: Ist)
Kadin melihat ada sejumlah persoalan mendasar yang belum terselesaikan, sehingga pemerintah harus proaktif mendorong terciptanya solusi.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang UMKM, Koperasi, dan Industri Kreatif mendesak Pemerintah agar secara proaktif segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas Industri perfilman nasional.

Kadin Indonesia melihat adanya berbagai persoalan mendasar dalam industri perfilman kita. Salah satunya adalah kualitas film Indonesia masih rendah karena jumlah sekolah film dengan jenjang S1 masih dibawah 10 sekolah dan hanya berada di Jakarta, Yogyakarta serta Makassar. Bandingkan dengan Korea Selatan misalnya yang memiliki 300 sekolah film.

Selain itu dari sisi kebijakan ekonomi film, tidak ada skema pemodalan yang andal untuk Industri perfilman sehingga pemodalan perfilman harus bergantung pada investor swasta yang tidak berkesinambungan.

Dalam konteks makro, walaupun Pertumbuhan layar dalam lima tahun terakhir sudah cukup baik yaitu dari 679 layar pada tahun 2010 menjadi 1.111 layar pada tahun 2015, namun penyebarannya tidak merata di semua provinsi

Disisi lain, Belum adanya sistem box office yang terintegrasi (integrated box office system), padahal dengan adanya sistem box office akan memungkinkan adanya transparasi data penonton film Indonesia dan film impor. Data ini diperlukan untuk proses analisa pasar oleh pelaku industry dalam negeri.

Melihat persoalan yang ada, KADIN merekomendasikan beberapa hal, yang juga disampaikan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI. Antara lain, perlu dilakukan revisi UU No.33 tahun 2009 tentang perfilman. Penguatan kewajiban Pemerintah melalui Kemendikbud RI untuk lebih berperan dalam pengembangan film sebagai prodUK budaya.

Kemudian memasukan substansi pengaturan yang jelas mengenai tupoksi BeKraf (Badan Ekonomi Kreatif) dalam pengembangan film sebagai produK ekonomi. Dan memasukan substansi skema pengembangan perfilman Indonesia yang terintegrasi dengan baik antar pemangku kepentingan bidang perfilman Indonesia, termasuk di dalamnya memperkuat posisi Badan Perfilman Indonesia.

Sementara terkait Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 10 – Pembukaan DNI Film – Pemerintah perlu membuat perangkat kebijakan yang melindungi pengusaha dan pekerja film nasional, antara lain mengenai penyusunan kebijakan yang memuat: Insentif Pajak bagi investor lokal; peningkatan kapasitas SDM film lokal melalui pendidikan formal dan informal; mengutamakan penggunaan SDM lokal serta bagaimana mewujudkan kompetisi yang sehat antara perusahaan asing dan lokal.

Jika Pemerintah dapat menjalankan rekomendasi ini, Kadin Indonesia optimis akan ada perbaikan industri film nasional secara signifikan. “Posisi KADIN adalah mitra pemerintah untuk bersama-sama membangun ekosistem yang sehat bagi pertumbuhan perfilman nasional, baik dari aspek kultural maupun aspek ekonomi. Untuk itu diperlukan kehadiran negara dalam hal ini juga kebijakan pemerintah berupa regulasi yang berpihak yaitu regulasi yang bukan hanya mengatur tata kelola perfilman berupa regulasi yang pasif, tapi regulasi yang aktif,” kata Marcella Zalianty Ketua Komite Tetap Industri Perfilman Kadin, Senin (21/3).

Dia menambahkan, Industri perfilman nasional memerlukan regulasi yang memberi dampak langsung bagi perbaikan perfilman kita yaitu regulasi yang secara langsung diimplementasikan dalam program-program pemerintah. “Regulasi aktif adalah ibarat injeksi dengan dosis tinggi agar perfilman kita tumbuh dengan pesat secara industri dan budaya,” katanya.

Sementara Irfan Wahid, Anggota Dewan Penasihat Industri Perfilman Kadin mengatakan, persoalan ini sudah terlalu lama, sekarang saatnya semua pemangku kepentingan yang terlibat untuk bekerjasama mendorong terciptanya solusi yang konkret. Terlebih Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah mulai berlaku. “UU Perfilman harus segera direvisi juga untuk meningkatkan daya saing industrI film kita dalam menghadapi MEA,” katanya.

Pada prinsipnya, pelaku industri film menghendaki agar ada satu Kementerian yang secara jelas menjadi mitra kerja kita dalam memajukan industri film Indonesia. “Selama ini, kita harus berkoordinasi lintas Kementerian dan lembaga dari Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan hingga BeKraf,” pungkas dia.

--- Sandy Javia

Komentar