Mengintip Pusat Rehabilitasi 'Pecandu' Internet di China

Mengintip Pusat Rehabilitasi 'Pecandu' Internet di China

Firdaus Anwar - detikHealth
Selasa, 14 Jul 2015 07:30 WIB
Beijing -

Wajar saja bila orang tua khawatir kalau anaknya terlalu banyak menghabiskan waktu online. Namun di China, hal ini dianggap sesuatu yang sangat serius.

Bagi pemerintah China, masalah kecanduan internet adalah krisis kesehatan nasional. Dokter di sana melihat kecanduan adalah salah satu bentuk gangguan klinis.

Dalam film dokumenter Web Junkie, ada pusat rehabilitasi didirikan khusus untuk menyembuhkan 'penyakit' yang banyak menyerang anak remaja tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Penelitian: 182 Juta Orang di Penjuru Dunia Kecanduan Internet

Tempat bernama Internet Addiction Treatment Centre (IATC) dibuat dengan suasana semi militer di mana pasien anak usia 13-18 tahun dididik untuk lepas dari adiksinya. Selain itu, mereka juga menjalani penilaian kejiwaan dan pemindaian otak rutin untuk memastikan ada perkembangan.

Sejak awal dibuka pada tahun 2006 IATC telah merawat 6.000 pasien dan 'menyembuhkan' 75 persen di antaranya. Mereka yang dinyatakan sembuh artinya dinilai sudah bisa mengendalikan diri untuk tidak bermain internet lebih dari enam jam dalam sehari.

"Jadi kamp militer ini dibuat sebagai solusi akhir orang tua yang tak berdaya menghadapi kecanduan anaknya. Mereka ini anak-anak yang putus sekolah, bermain lebih dari 10 jam dalam sehari, duduk di warung internet selama 24 jam memakai popok agar tak kehilangan momen berharganya di dalam game," papar Direktur Web Junkie Shosh Shlam seperti dikutip dari HLNTV, Selasa (14/7/2015).

"Mereka ini terputus dari dunia nyata, depresi, dan kesepian," pungkasnya.

Baca juga: Orang yang Kecanduan Internet Punya Gejala Seperti Kecanduan Narkoba

Hasilnya, penggunaan obat antipsikotik pada remaja meningkat dari 1,10 persen pada tahun 2006 menjadi 1,19 persen pada 2010. Sementara pada dewasa muda naiknya lebih signifikan, dari sebelumnya 0,69 persen menjadi 0,84 persen pada 2010.

Studi ini juga mengungkap bahwa hampit 74 juta anak di bawah 18 tahun menjadi pasien obat antipsikotik. Penyakit beragam dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) menjadi yang paling sering ditemui.

Padahal penggunaan obat-obatan antipsikotik bagi anak dinilai memiliki efek samping yang tidak sedikit. Dikatakan dr Olfson bahwa obat antipsikotik membuat anak mengalami penambahan berat badan, kolesterol tinggi serta risiko gangguan pada sistem saraf.

Baca juga: Gangguan Bipolar: Penyakit Mental yang Bikin Galau
https://health.detik.com/read/2012/10/18/142927/2066063/763/gangguan-bipolar-penyakit-mental-yang-bikin-galau

dr Meredith Matone, peneliti dari PolicyLab, Children's Hospital of Philadelphia mengatakan bahwa harus ada peraturan khusus yang membatasi peresepan obat antipsikotik bagi anak-anak. Sebab efek samping yang ditimbulkan termasuk serius, namun keampuhan obat antipsikotik untuk mengatasi gangguan perilaku dipertanyakan.

"Penelitian membuktikan bahwa penggunaan obat antipsikotik untuk mengatasi gangguan perilaku sangat kurang. Karena itu harus ada pengawasan yang ketat soal peresepan obat ini untuk anak-anak," tuturnya.

(fds/up)