Thursday, March 10, 2011

Rekor Untuk Cibinong


30 September 1989

TEPUK tangan membahana di lantai Bursa Efek Jakarta (BEJ), ketika harga Rp 110 ribu tercapai, Senin awal pekan ini. Itu harga baru saham Semen Cibinong, rekor tertinggi untuk selembar saham. Ketika itu, session kedua yang akan berakhir pukul 15.00 WIB tinggal 10 menit lagi. PT Danareksa-lah yang menciptakan kejutan, dengan memhorong 1.420 lembar saham. Sejak geger investor asing bulan lalu menggoyang bursa. boleh dibilang, saham pabrik semen ini terus menanjak. Tercatat Rp 60 ribu Juli lalu, awal bulan ini harganya terhang sampai Rp 100 rihu. Kenaikan fantastis, 66,6% dalam sebulan.
Di sana ia bertahan sebelum sempat turun sejenak ke Rp 97.500. Cuma empat hari, ia menanjak ke Rp 105 ribu, dan akhirnya mematok rekor Rp 110 ribu. Di kalangan pialang, saham ini mendapat julukan sold gold. Dengan PER (Price Earning Ratio) 46,3 saham Cibinong masih dianggap layak beli. Apalagi pasokan saham ini memang langka. "Tak ada yang mau jual, yang mau beli sih banyak," kata Sani Permana, ketua Brokers Club yang juga Direktur PT Aperdi. Akibatnya, PER itu tak terlalu merisaukan lagi. Menurut beberapa pialang, harga rekor itu belum apa-apa karena saham Cibinong baru dianggap layak jika mencapai sekitar Rp 150 ribu.
Dasar perhitungan itu adalah kabar yang beredar di lantai bursa, bahwa saham yang tinggi sekali harganya ini akan direvaluasi nilai nominalnya. Konon, selembar saham lama Semen Cibinong akan ditukar dengan sekitar 15 saham baru. Jika harga saham baru itu nanti ditaksir Rp 10 ribu saja, bisa dihitung berapa nilai saham Cibinong lama. "Itu untuk menambah jumlah saham, agar pasokan besar," kata Sani lagi. Pengumuman Menteri Keuangan Sumarlin, awal bulan lalu, memang memacu beberapa saham untuk terus menanjak.
Selain saham Cibinong, beberapa saham perusahaan tekstil dan farmasi tampak terus menanjak. Centex misalnya, di akhir Juli ia cuma mencatat kurs Rp 20.500, tapi awal pekan ini baru bisa lepas jika dibayar Rp 54.500. Kenaikan 170% dalam hanya satu setengah bulan. Demikian pula saham Richardson Vicks Indonesia, yang sejak 18 Agustus mengubah nama menjadi PT Procter & Gamble Indonesia (PGI). Naiknya saham ini luar biasa dari Rp 28.500 di akhir Juli, awal pekan ini hinggap di kurs Rp 73.000. Jika dipersentasekan lonjakannya mencapai 156%. Luar biasa. Memang, hampir semua saham terdongkrak naik jika dibandingkan dengan bulan Juli, saat Menteri Sumarlin belum menyebut-nyebut soal investor asing. Dan banyak orang menduga bahwa harga itu terkerek naik karena ulah pemodal asing. Namun, jika dilihat lebih jauh, ternyata peran investor lokal lebih besar dalam mengatrol harga. Itu bisa terlihat dari porsi pemilikan saham Cibinong, PGI, maupun Centex, yang masih sedikit dikempit pemodal asing. Untuk Cibinong misalnya, pemodal asing baru membeli 73.002 lembar, dari 272.977 yang tersedia. Jadi, baru 27% saja. Sementara itu, PGI malah cuma 4%. Sedangkan Centex sudah diborong pemodal asing 32%.
Ini berkebalikan dengan saham yang harganya cenderung menurun. Bakrie Brothers, misalnya, ketika pertama kali dicatat, ia sempat dihargai Rp 17 ribu. Namun, kemudian harganya terus menukik, sehingga pekan lalu mencapai titik nadir di angka Rp 9.750. Padahal, saham Bakrie yang masuk dompet investor asing sudah mencapai 1.324.800 lembar, dari 1.396.500 yang boleh mereka beli. Artinya, 95% jatah asing sudah terpakai. Demikian juga dengan Ficorinvest yang sempat mencatat harga Rp 23.500 bulan lalu. Pekan ini, saham lembaga keuangan bukan bank ini terseok di Rp 18.800. Padahal, sudah 2.446.400 lembar saham Ficor terbang ke luar negeri, dari 2.450.000 jatah mereka seluruhnya. Jelas terlihat, pemborongan oleh pemodal asing tak menggenjot harga saham.
Jadi nyata pula, kenapa bulan lalu harga terbang ketika diumumkan bahwa asing boleh masuk. Rupanya, justru investor lokal yang mau beli pada harga tinggi, sementara investor mancanegara sabar menunggu sampai harga tenang. Secara keseluruhan pun terlihat, peran investor lokal masih lebih besar dalam menggerakkan denyut BEJ. Selain saham Singer, Sari Husada, Delta, dan Sepanjang Surya Gas yang memang sudah tertutup untuk asing, cuma beberapa saham lagi yang jatah asingnya hampir penuh atau lebih dari separuh terisi Misalnya, saham Hotel Prapatan, Sucaco Dsurani Jiwa Panin Putra, atau Marein Sisanya. masih lowong.
Maka, ketika pertengahan bulan ini mulai banyak saham baru yang ditawarkan pasar agak kendur. Itu terlihat dari total transaksi selama pekan lalu, yang cuma tercatat Rp 32,8 milyar. Tampak cenderung menurun sejak "boom" di minggu terakhir Agustus, yang mencatat Rp 71 3 milyar. "Itu gejala pasar, biasa saja," komentar Ketua Bapepam Marzuki Usman. Sedangkan untuk mencari jawaban yang tepat, ia menyarankan untuk dibikin semacam pol yang tentu lebih akurat. Kalau saya atau pialang yang jawab, pasti tak benar, dong." Tapi kelesuan pekan lalu itu agaknya tak akan berkepanjangan. Senin pekan ini, BEJ menggeliat lagi dengan transaksi Rp 8,9 milyar. Jauh dibandingkan dengan Rp 1,3 milyar awal pekan lalu. Ada kemungkinan, dampak SK Sumarlin akan mulai terasa dan membuat pemodal asing lebih asyik bermain, setelah semuanya pasti. Yopie Hidayat

Sumber: Majalah Tempo

No comments:

Post a Comment